Meskipun prinsip-prinsip umum suatu sistem
pertanian berkelanjutan dapat dimengerti dengan mudah,penilaian dilapangan sangatlah sulit dilakukan, jika tidak ada kriteria yang
jelas. Oleh karenanya suatu sistem pertanian
berkelanjutan dapat dinilai dari beberapa sifat dan ciri-cirinya, yang antara lain meliputi produktifitas, keamanan, keberlanjutan dan identitas
pengelolaannya. Berikut ini adalah kriteria dari ke-empat sifat yang menjadi idiologi di
Paguyuban Petani Al Barokah diantaranya adalah
Yang pertama Produktifitas
Jumlah produksi yang diambil dari
sistem usaha tani tidak melebihi maximum sustainable yield dan maximum
sustainable catch, tetapi
harus disesuaikan dengan daya dukung alami suatu daerah. Jumlah itu tidak hanya
dalam satu jenis produksi,tetapi dalam keragaman berbagai jenis komoditi.
Tehnologi yang digunakan dalam proses produksi
dapat memanfaatkan semaksimal mungkin berbagai proses alami seperti hubungan
predator dan mangsa,daur biologi,mekanisme keseimbangan jasad renik
tanah,fiksasi nitrogen, dan lain-lain.
Tehnologi yang digunakan dapat
memenuhi kebutuhan petani untuk memperbaiki ketersediaan pangan dalam jumlah
maupun mutunya. Tehnologi itu juga harus dapat memperbaiki dan/ataumempertahankan
produk-produk sekunder seperti obat-obatan, bahan bangunan, kayu bakar, tanaman
penutup tanah,dan lain-lain.
Produksi pertanian untuk dipasarkan tidak melebihi
50% dari total produksi,dengan demikian tidak menimbulkan ketergantungan petani
kepada pasar .Walaupun demikian harus ada ketersediaan pasar yang relatif dekat
dengan lokasi produksi,serta harga produk menguntungkan petani. Tersedia lahan
yang cukup bagi petani sebagai pemilik untuk memproduksi hasil pertanian,baik
dilihat dari jumlah luas maupun kwalitas tanah.
Kedua masalah Keamanan
Tehnologi yang dikerjakan dalam menggalang pertanian itu harus dapat
meniadakan atau sekurang-kurangnya meminimalkan masukan yang berpotensi
membahayakan lingkungan dan kesehatan masyarakat, baik petani maupun
konsumen. Jaminan keamanan lingkungan itu tidak hanya didalam tapak
kegiatan, tetapi juga diluar itu. Tehnologi yang digunakan sedapat mungkin
mengurangi resiko kegagalan berusaha tani oleh hama, penyakit dan iklim,serta
tidak menyebabkan punahnya flasma nutfah atau spesies-spesies eksotik.Tehnologi
yang harus digunakan harus disertai kemampuan untuk mengatasi masalah
lingkungan yang ditimbulkannya.
Sistem yang digunakan didasarkan
pada penggunaan sumber-sumber lokal seperti tanah, air, sumber-sumber
genetik, pengetahuan dan ketrampilan,dan seluruhnya berada di dawah kontrol
petani. Sehingga sistem yang digunakan dapat mengurangi ketergantungan petani terhadap
jenis informasi, input sarana produksi, subsidi, kridit, bahkan pasar sekalipun.
Ketiganya Keberlanjutan
Ø sistim pertanian yang dikembangkan harus mempertimbangkan masa depan dan dapat
memelihara keberlanjutan kualitas tanah, menyangkut kehidupan mikroorganisme ,
status kimiawi unsur-unsur hara makro dan mikro, serta kondisi fisika tanah.
Ø Jenis masukan yang digunakan dalam proses
produksi tidak berasal dari bahan kimia sintetis yang mencemarkan lingkungan.
Rasio energi keluaran terhadap energi masukan tergolong tinggi, tetapi input
dari luar tergolong rendah / diminimalisir.
Ø Ada praktik daurulang terhadap sisa bahan
organik yang ada dan tindakan yang efektif untuk mencegah kehilangan tanah dan
air.
Ø Pembudidayaan tanaman dan ternak dilakukan
secara efisien dengan mengeliminir penggunaan air, tanpa pemompaan air yang
berlebihan dan melakukan pengaturan drainase.
Ø Tehnik bercocok taman yang dikembangkan
tetap memelih-ara keanekaragaman genetik
dan (jika mungkin) melakukan mixet farming.
Ø Teknologi yang dikembangkan mempunyai efek
positif terhadap lingkungan karena menggunakan sumber-sumber yang dapat
diperbarui, tidak menimbulkan polusi air, udara dan tanah, serta tidak
meningkatkan gas ‘efek rumah kaca’.
Ke empatnya Identitas
Ø Teknologi bersifat khas sesuai kondisi
ekosistim setempat, terintegrasi dengan kondisi
masyarakat, tidak hanya dilihat dari aspek teknik-ekologi, tetapi juga
sosial-ekonomi, dan kondisi petani sendiri.
Ø Petani memiliki akses dan kontrol untuk
menentukan kebutuhan masukandalam sistim usahataninya, bai jenis input yang sudah tersedia, maupun yang harus
diadakan. Demikian pula, petani memiliki akses dan kontrol dalam menentukan
preferinsi penggunaan terhadap output-nya sendiri. Badan usaha logistik
milik negara, misalnya, tidak di adakan. Demikian pula, petani memiliki akses
dan kontrol dalam menentukan preferensi penggunaan terhadap output-nya
sendiri. Badan usaha logistik milik negara, misalnya, tidak dibolehkan terlalu
jauh mengatur petani dalam memasarkan hasilnya.
Ø Jika ada introduksi tehnologi dari luar
harus sesuai dengan nilai yang dianut masyarakat dan memperkuat budaya
pertanian lokal (yang bernilai positif). Nilai budaya itu dapat dilihat dari
organisasi sosial yang ada, sistim religius, preferensi (pilihan) dan persepsi
masyarakat tentang keadilan sosial.
Ø Sistim pertanian yang dikembangkan selalu
konsisten dengan tujuan pembangunan nasional untuk menciptakan peluang kerja
yang cukup memadai dalam menyerap tenaga kerja di pedesaan, bukan sebaliknya.